Belum lagi selesai mengatasi masalah kenaikan harga minyak bumi yang pernah menembus di atas US0 per barel awal 2008, kita kembali didera masalah meroketnya harga kedelai. Harga kedelai eceran yang tadinya Rp3.450 perkilogram, kini dua kali lipat menjadi Rp7.500 per kilogramnya. Di pasaran dunia, harga kedelai di awal 2007 hanya US0 per ton, namun kemudian meningkat 100% menjadi US0 per ton di awal 2008. Akibatnya, ratusan pembuat tahu dan tempe , tidak jelas siapa komandonya, berunjuk rasa di depan lstana Merdeka, Jakarta , untuk mengadukan masalah itu dan meminta perlindungan kepada pemerintah........
Lebih parah lagi, harian ini dalam editorialnya, 15 Januari lalu, bukan memberikan solusi atas krisis ini, melainkan memanas-manasi keadaan itu dengan menyatakan antara lain republik ini adalah negara agraris yang memble. Bahkan lebih tajam lagi, negara ini dikatakan tidak memiliki politik pertanian yang jelas dan tidak punya arah ke mana negara hendak dibawa sehingga mampu memenuhi kebutuhan pangan pokok.
Bukti sederhananya yang dikatakan dalam editorial tersebut dapat dilihat dari kenyataan negara membiarkan dan merestui sawah yang terbaik untuk padi digusur oleh realestat dan kawasan industri. Negara kita juga dinyatakan lebih memilih mengekspor gas dengan mengorbankan pabrik pupuk dalam negeri sehingga kelengar dan mampus.
Singkat kata, pernyataan dan analisis dalam editorial ini sungguh sangat lugas dan tegas tanpa tedeng aling-aling dalam menyikapi krisis tempe ini. Mungkin itulah yang disebut bad news is a good news.
Tidak sederhana? Lantas, sudah seburuk itukah pemerintah negeri ini? Tentu jawabnya tidak, bukan? Argumentasinya, karena krisis kedelai tidak sesederhana untuk disamakan dengan krisis beras atau krisis Minyak bumi.
Pasalnya, karena kedelai bukan komoditas yang dapat dengan mudah ditanam di negeri ini. Komoditas tersebut dapat tumbuh subur di negara subtropis sehingga tidak mudah untuk ditanam di negeri ini yang memiliki iklim tropis.
Dengan demikian, penetapan kebijakan pemerintah dalam kedelai tidak semudah seperti
halnya menetapkan kebijakan perberasan nasional yang bisa ditanam di daerah kering
Tidak ada komentar:
Posting Komentar